salam hangat

kami pengelola blog ini mengucapkan selamat membaca.masukan yang berharga dari kawan-kawan blog akan semakin memperkaya kami.

terima kasih

Minggu, 08 November 2009

UMNO dan TKI Kita

 
Sejarah senantiasa membuka mata. Sesudahnya, mari menyegarkan benak kita pada akronim ”Jas Merah”: jangan sesekali melupakan sejarah.
Bagi penikmat berita mancanegara, situasi Pemilu di Malaysia barangkali cukup mencuri perhatian. Di negeri jiran itu, banyak peristiwa yang terjadi belakangan ini, yang membuat sebagian dari kita tercenung dan terpaksa kembali merenung.
Diawali oleh tekenan Menlu Adam Malik dan Menlu Tunku Abdul Razak pada 11 Agustus 1966, maka berakhirlah konfrontasi Indonesia-Malaysia yang menguras uang dan tenaga. Normalisasi hubungan kedua tetangga ini dikenang dengan nama Jakarta Accord.

Sebagian pelaku sejarah menyebutnya titik balik atas hubungan dua negeri serumpun yang penuh intrik dan ketegangan. Ada memori yang mengisahkan tentang sebagian veteran yang memilih tinggal di Pulau Belakang Padang, pulau kecil di belakang Pulau Batam. Kota industri itu tadinya basis infiltrasi militer kita saat menggempur Malaysia.

Mereka inilah yang kemudian tercatat sebagai salah satu komunitas pertama yang menghuni Batam, wilayah Indonesia yang terjepit oleh kejayaan Singapura dan keangkuhan Malaysia.

Sejarah konfrontasi justru terjadi jauh sebelum aksi nyolong kesenian tradisionil dimulai. Hanya, di segala lini, kita nyaris selalu korban. Kekayaan budaya amblas, TKI kita pun kena libas.

Saya tentulah tak tahu rentetan peristiwa di zaman itu. Tahun segitu saja saya belum nongol ke bumi. Namun, sulit menyimpan sendiri film dokumenter berjudul The Special Operation in Malaya yang saya tonton baru-baru ini.

Documentary yang dicuplik dari rekaman video hitam-putih Des Alwi itu mengisahkan teramat besarnya sumbangan Indonesia terhadap eksistensi Melayu di negeri serumpun itu.

Coba saja, Des Alwi, sang pelaku sejarah, mengungkapkan bagaimana anak-anak Malaya tertegun setengah mati menyaksikan Hercules TNI-AU yang mendarat mulus di Kedah.

”Anak-anak Melayu itu sampai kebingungan melihat Komodor Susanto, yang berwajah Melayu asli, duduk di cockpit pesawat,” kata Des Alwi dalam wawancara dengan Metro TV. Des berjasa besar sebagai perantara normalisasi hubungan Malaysia-Indonesia.

Tentulah sulit memecahkan misteri kebingungan itu hingga terungkap ketidaktahuan anak-anak Malaya pada Matematika. Sebuah ilmu eksakta yang menjadi syarat dasar menguasai Aeronautika.

Semenjak itu, guru-guru Matematika dari pelosok Indonesia secara bertahap diekspor ke Malaysia. Anak-anak Melayu itu pun menikmati pencerahan yang ditransfer oleh ’saudara tua’ mereka. Itu baru jasa pendidikan.

Di ranah politik dan pemerintahan, Indonesia tak sebatas menyumbangkan konsep pemikiran. Namun terlibat jauh agar anak-anak Melayu di Malaysia menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Film Special Operation in Malaya mengungkapkan operasi yang dimotori Indonesia untuk memenangkan UMNO dalam Pemilu. Malaysia yang dihadiahi kemerdekaan oleh Inggris harus menghadapi kenyataan banyaknya etnis Tionghoa dan India yang bermukim di negeri tersebut.

Keragaman etnis itu bermula dari politik eksplorasi sumber daya alam. Kolonialisme membuka pintu lebar-lebar bagi kiprah etnis Tionghoa di sektor perdagangan. Begitu juga etnis India yang didorong masuk untuk menambah kekurangan pekerja di sektor perkebunan.

Alhasil, pada masa akhir koloni, Malaysia terbelah dalam tiga etnis besar yakni Melayu, Tionghoa, dan India. Anak-anak Melayu yang intelektual amat gusar melihat kenyataan ini.

Film itu selanjutnya mengisahkan manisnya hubungan bersaudara yang dibangun oleh semangat kemelayuan antara dua negeri serumpun. Anak-anak bumiputera Malaysia, yang punya UMNO sebagai landasan politik, bertarung dalam Pemilu yang juga diikuti partai-partai besar yang mengakomodasi kepentingan etnis Tionghoa dan India. Kalkulasi sementara sulit membendung etnis Tionghoa yang unggul secara populasi.

Maka, ‘Special Operation’- seperti yang tersebut di judul film itu- dimulai saat anak-anak Malaya meminta bantuan Indonesia dalam memenangkan Pemilu. Ajakan itu disambut sukacita pemerintah kita.

Adalah Jenderal Benny Moerdani, sang arsitek intelijen Indonesia, yang memimpin operasi khusus pemenangan UMNO. Dalam otobiografinya bertajuk ”Benny- Tragedi Seorang Loyalis” (2007), saya menyimak bagaimana kelekatan Benny dengan para pejabat tinggi Malaysia.

Benny diangkat oleh founding father CSIS, Ali Moertopo, memimpin operasi pengangkutan ribuan orang Indonesia ke sejumlah negara bagian di Malaysia. Tujuannya menjadikan mereka WN Malaysia yang memberikan suara kepada UMNO. Misi itu berujung manis: UMNO memenangkan Pemilu dan menguasai pemerintahan.

Tak sampai di situ, Malaysia juga meminta budi baik Indonesia ”meminjamkan” begawan ekonomi Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo merumuskan konsep perekonomian negeri itu. Soemitro berjasa luar biasa menyusun regulasi yang memberikan kaum bumiputera segala keleluasaan berbisnis dari pemerintah.

Fasilitas yang mereka terima tak sama dengan yang diberikan kepada pengusaha etnis lain. Anak-anak Melayu dibukakan kesempatan seluas-luasnya menjadi pengusaha.

Soemitro juga menyusun kuota 20 persen birokrasi agar diberikan kepada kaum bumiputera. Sekali lagi, Malaysia menikmati buah perdamaiannya dengan negeri serumpun.

Nah, pada saat itulah Malaysia mengalami kekosongan pekerja di sektor-sektor informal. Mereka mulai gengsi menjadi pembantu RT, penjaga toko, atau buruh perkebunan bergaji rendah.

Maka, dimulailah politik balas jasa. Malaysia meminta orang-orang Indonesia mengisi kekosongan pekerja yang ditinggalkan anak-anak Malaya yang naik kelas sosial. Kedatangan TKI itu juga bagian dari strategi memperkuat basis Melayu di negeri jiran.

Awalnya, warga Malaysia menerima TKI dengan sukacita, layaknya saudara serumpun: saudara yang memenangkan mereka menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Sayangnya, waktu juga yang bicara. Anak-anak Malaya lupa kacang pada kulitnya. UMNO yang menguasai pemerintahan juga mulai mengabaikan sejarah.

”Keangkuhan memupuskan ikatan sejarah. TKI ke Malaysia itu ada bukan gara-gara uang semata. Ada sejarah besar di baliknya,” kata pengamat geopolitik Pitut Suharto, yang juga terlibat dalam operasi khusus memenangkan UMNO pada masa itu.

UMNO yang digerakkan anak-anak bumiputera menghadapi tekanan pelik pada Pemilu tahun ini. Koalisi Barisan Nasional yang dimotori UMNO terancam oleh kian mengerasnya oposisi yang didominasi etnis Tionghoa dan India.

Oposisi itu tergabung dalam Partai Aliansi Rakyat dan partai-partai lain yang dihimpun oleh 56 persen etnis Tionghoa di Malaysia. Mereka juga yang selama ini sulit tersentuh fasilitas istimewa dalam berusaha. KKN yang menggerogoti UMNO adalah juga akarnya.

Ada pula barisan sakit hati yang dipicu oleh sikap diskriminatif terhadap etnis India yang miskin dan tertindas. Aksi demonstrasi yang acap dijawab dengan kekerasan semakin memukul citra UMNO sebagai partai berkuasa yang tak memayungi semua golongan.

Kenyataan ini belum termasuk kehilangan dukungan dari orang-orang Indonesia yang sudah menjadi warga Malaysia. Dalam akal sehat saya, sulit rasanya menyoblos suara bagi pemerintah yang membiarkan rakyatnya menendang, memukul, menjambak, meludahi TKI yang masih saudara sendiri.

UMNO sekarang ini betul-betul di persimpangan jalan. Anak-anak bumiputera yang hampir setengah abad lenggang-kangkung di negerinya sendiri memasuki fase paling kritis jika UMNO kalah dalam Pemilu.

Etnis Tionghoa, India, dan ”BSH” yang digalang oleh mantan Deputi PM Anwar Ibrahim sudah berencana mengamandemen konstitusi Malaysia yang dinilai timpang sebelah. Syaratnya cuma menggusur UMNO dari pemerintahan dan menguasai 2/3 kursi di parlemen.

Jika itu terjadi, maka kita tinggal menonton bagaimana anak-anak Malaya yang angkuh itu belajar hidup tanpa fasilitas yang disuapi pemerintah.

Saya khawatir jangan-jangan lima tahun lagi mereka yang datang ke Indonesia. Kita pun merazia mereka dengan ”Opsus anti-TKM”. ha-ha-ha. (*)

1 komentar:

Silahkan tinggalkan komentar

komunitas bloger indonesia

Blog ini ada di Komunitas Blogger Indonesia -AntarBlog-
ss_blog_claim=938fb26589dfdb0bdf4a68ae5e32d4e0
ss_blog_claim=938fb26589dfdb0bdf4a68ae5e32d4e0
ss_blog_claim=938fb26589dfdb0bdf4a68ae5e32d4e0
ss_blog_claim=938fb26589dfdb0bdf4a68ae5e32d4e0