Hanura Kritik PP Penyadapan
Jakarta (ANTARA News) - Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) meminta PP Penyadapan yang rancangan naskahnya kini sedang digodok Departemen Hukum dan HAM jangan kontraproduktif dengan komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi.

"Menurut kami, PP Penyadapan belum mendesak," kata juru bicara Partai Hanura Suhandoyo di Jakarta, Sabtu.

Suhandoyo mengatakan, ada hal lain yang lebih mendesak untuk dibenahi yakni memperkuat komitmen pemerintah memberantas korupsi dengan memaksimalkan reformasi hukum, terutama reformasi kelembagaan hukum.

"Jika reformasi lembaga hukum yang konon akan didukung dengan PP Penyadapan, tidak maksimal, maka PP itu menjadi tidak ada gunanya," katanya.

"Tak ada yang lebih penting selain membenahi kinerja dari masing-masing lembaga hukum, agar lebih maksimal mendukung komitmen pemerintah memberantas korupsi, kontraproduktif PP itu," tutur Suhandoyo.

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sedang menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah soal Penyadapan dan menjamin PP tak menghalangi kerja Komisi Pemberantasan Korupsi yang bekerja berdasarkan UU No 30/2002.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Ahmad Mujahid Ramli menegaskan, Peraturan Pemerintah soal Penyadapan ini nantinya bukan untuk menghilangkan kewenangan KPK.

"Sama sekali tidak. KPK punya dasar hukumnya sendiri. KPK bisa melakukan penyadapan sejak saat penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan. Kalau KPK ingin melakukan penyadapan, KPK tak akan terganggu dengan PP ini," kata Ahmad Mujahid Ramli.

"Lagi pula sudah ada Surat Keputusan Bersama antara KPK dan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang kewenangan-kewenangan untuk menyadap. Jadi sebetulnya PP ini tidak akan tabrakan dengan UU KPK," kata Ramli.

Ia melanjutkan, PP Penyadapan ini justru melindungi privasi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang penegak hukum.

"Jadi, kalau KPK sudah jelas-jelas punya dasar hukum dari UU KPK. PP Penyadapan ini sudah jelas tidak akan mengenai KPK. Tetapi, bila ada orang-orang lain di luar KPK yang melakukan itu, dia akan terkena dengan syarat-syarat itu," ujarnya.

Menurut Ramli, PP Penyadapan ini baru dibuat saat ini karena Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronika baru disahkan April 2008. (*)