sumber : www.vivanews.com
Dikira komplotan penjahat, ia dianiaya polisi berpakaian preman hingga babak belur.
Minggu, 6 Desember 2009, 10:39 WIB
Pipiet Tri Noorastuti
|
Kepada VIVAnews, ia mengisahkan peristiwa yang terjadi sekitar pukul 11.45, Sabtu, 5 Desember 2009.
Peristiwa bermula saat ia turun dari kereta rel listril ekspres dari arah Jakarta tujuan Bogor. Ia turun di Stasiun Depok. Kala itu, hari sudah larut dan ia kesulitan mencari ojek. Ia lalu berjalan kaki ke arah Depok Town Square (Detos).
Saat melintas di bawah jembatan di depan Detos, ia tiba-tiba disergap empat orang tak dikenal. Ia diringkus dan diancam dengan dua senjata api. Satu pistol masih tersembunyi di balik kain hitam, sedang satu pistol terlihat jelas. "Saya berontak karena saya pikir ini modus kejahatan kriminal," ujar Rizal.
Semakin ia berontak, semakin kuat pula polisi menecengkeramnya. Bahkan, polisi lalu menyeretnya ke tepi. Mereka tak henti memukuli dan menendang Rizal. Penganiayaan itu berlangsung sekitar 15 menit dan disaksikan warga sekitar. "Saya baru tahu mereka polisi setelah saya berteriak minta tolong dan mereka baru bilang kalau mereka polisi," ujarnya.
Sesaat kemudian, sebuah mobil patroli polisi datang dan membawanya ke kantor Kepolisian Sektor Beji, Depok. Usai pemeriksaan, polisi menyatakan salah tangkap. Ia pikir Rizal adalah anggota komplotan pelaku kriminal. "Kapolsek cuma bilang sorry dan bilang makanya kalau diringkus jangan melawan," ujarnya.
Setelah dibebaskan, Rizal langsung melakukan visum untuk mengecek kondisi fisiknya ke Rumah Sakit Mitra Depok. "Bibir atas saya pecah, gumpalan darah membeku di hidung, telinga mendengung, rahang dibuka lebar sakit
dan dua benjolan di kepala," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar